Jumat, 08 Juni 2012

Bandar Lampung sebagai Kota Terkotor, Pikir Lagi!


Kota Bandar Lampung (sumber wikipedia)
Beberapa hari yang lalu, saya membaca salah satu artikel di Yahoo mengenai Kota besar terkotor. Terus terang, saya cukup kaget karena Bandar Lampung (BL) merupakan salah satunya selain Bekasi. Saya agak heran. Benarkah demikian? Apakah dari sekian ratus kota di Indonesia, BL benar benar paling kotor? Atau mungkin artikel ini sengaja dibuat  oleh penulisnya sedramatis mungkin untuk menarik minat pembaca? pertanyaan saya ini mungkin juga ada di benak warga kota BL yang membaca artikel itu.

Saya sebagai warga BL, sebenarnya tidak begitu keberatan dengan isi artikel itu, karena artikel itu bisa menjadi kritik untuk Pemkot BL. Tapi sejujurnya, BL tidak lah sekotor itu untuk disematkan gelar sebagai kota paling Kotor.

Dibanding beberapa tahun yang lalu, BL sudah banyak berbenah. Bahkan menurut saya, kondisi BL saat ini lebih baik dibanding ketika menerima piala Adipura  tahun 2009 lalu. Ketika itu, saya malah kurang setuju BL mendapat piala Adipura.

Saat ini, penataan BL lebih baik. Mulai penataan PKL sehingga Pasar Bambu kuning, Pasar Tengah, Pasar Tugu dan pasar lainnya lebih enak di lihat. Lalu diluncurkannya Bus Rapid Trans yang nyaman, penambahan air mancur di beberapa titik sehingga terlihat cantik, spanduk-spanduk yang  yang tak lagi begitu semrawaut dan penambahan ornamen-ornamen Lampung di setiap bangunan dan Lampu jalan. 

Saya tidak mengatakan bahwa BL sudah sempurna, karena masih ada beberapa titik yang belum berhasil ditata dengan baik, seperti sungai dan pinggir pantai yang masih terlihat sampah. Problem yang saya rasa dihadapi juga oleh kota-kota lainnya di Indonesia. Tapi saat ini, Pemkot BL sedang berupaya untuk mereklamasi kawasan sungai dan pantai. Saya rasa banjir yang baru pertama kali terjadi dua tahun yang lalu cukup menjadi pelajaran berharga bagi pemkot kota ini bahwa kebersihan sungai di Kota ini berada pada titik kritis.

Memang BL tak sebersih Singapura bahkan mungkin masih sangat jauh untuk mencapai tahap itu, tapi tak pula sekotor Jakarta utara yang mendapat piala Adipura tahun ini. Saat ini pemkot BL tengah giat-giatnya menata kota BL. Bahkan aparatur yang tidak turut menunjang program kebersihan kota bisa langsung diberhentikan dari jabatannya.

Tesebarnya berita bahwa BL adalah kota terkotor tentu saja membuat para aparatur kota dan Pengusaha di BL gusar. Karena, pastilah para aparatur tersebut akan mendapat sanksi yang sangat keras. Selain itu, predikat itu akan membuat investor berpikir ulang untuk membangun usaha di Kota Tapis Berseri ini. Saya sendiri sempat sedikit kecewa ketika membaca artikel itu karena menurut saya benar-benar di luar dugaan.

Saat ini geliat pertumbuhan BL benar-benar terasa. Seperti Pembangunan Mall dan Hotel yang makin banyak, juga Pembangunan Ruko yang menjamur sampai ke sudut kota. Pertumbuhan kota yang demikian tentu saja menimbulkan dampak lain yang membuat saya pusing sebagai  warganya. Salah satu masalah klasik yang selalu menjadi sindrom kota besar adalah Macet yang jauh lebih parah dari beberapa tahun yang lalu. Dan Kemacetan  ini sudah harus menjadi PR baru bagi pemkot BL.

Sebagai tambahan, pihak kementerian Lingkungan Hidup sendiri tidak pernah menyatakan bahwa kota BL merupakan kota terkotor, melainkan kota besar yang memperoleh nilai terkecil dari 13 kota besar se-Indonesia. Penilaian ini sendiri rencanya akan ditinjau ulang karena diprotes oleh warga BL. Seperti yang diberitakan, bahwa hari ini (8 Juni), kantor Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta didemo oleh ratusan warga BL karena keberatan dengan predikat kota Terkotor yang diberikan. Bahkan timbul anggapan baru, jangan jangan ada yang tidak beres dalam proses penilaiaannya.

Menurut  saya, sebenarnya tidak ada yang salah. Hanya saja, yang keterlaluan  adalah artikel yang ditulis di Yahoo Indonesia. Karena penulis artikel itu menulis bahwa BL adalah kota terkotor. Bukankah kalau ditulis seperti itu, orang langsung berpikir bahwa BL adalah paling kotor, paling jorok, tak layak untuk ditinggali, kumuh, tak beradab, udaranya bau, dan penuh sampah dimana-mana.

Salam
Adi Yuza


Kamis, 07 Juni 2012

Adakah hubungan antara awan dan bencana


Pertanyaan ini sering muncul di benak kita apakah benar ada keterkaitan antara keduanya. Memang hingga saat ini belum ditemukannya jawaban pasti. Tapi tak ada salahnya kita telaah dari kacamata orang awam dengan sedikit pengetahuan tentang awan dan geologi.
Awan merupakan massa yang terdiri dari tetesan air atau Kristal beku yang tergantung diatas permukaan  bumi atau tubuh planet lain. Udara selalu mengandung uap air. Apabila uap air ini berubah menjadi titik-titik air, maka terbentuklah awan. Perubahan ini bisa terjadi dengan  cara:
Ketika udara panas, lebih banyak uap terkandung di dalam udara karena air lebih cepat menguap. Udara panas yang mengandung air ini akan naik tinggi sampai tiba di lapisan yang suhunya rendah. Uap lalu mencair dan terbentuklah awan.
Udara bergerak dari dari suhu yang rendah ke suhu yang tinggi dan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Singkatnya, dimana ada suhu panas, di situlah udara berkumpul. Di alam lebih mudahnya dapat kita rasakan ketika sedang berada di pantai. Dimana ketika siang hari, angin akan berhembus kencang dari laut ke darat. Hal ini karena pada siang hari, daratan lebih panas dari pada lautan. Selain itu awan pun akan  terbawa angin dan berkumpul di tempat yang panas. Sehingga di siang hari yang cerah, laut akan terlihat biru karena bersih dari awan. Yang perlu diingat adalah, warna biru laut disebabkan oleh penghamburan cahaya. Karena panjang gelombang cahaya biru lebih panjang sehingga dapat masuk kedalam air laut. Tidak adanya awan tentu saja membuat tidak ada halangan untuk cahaya-cahaya ini mencapai laut.


Sirkulasi Udara

Hubungan Awan dengan Gempa
Meski belum ada penjelasan yang benar-benar ilmiah, kehadiran awan  yang mencurigakan bisa saja diwaspadai sebagai pertanda akan adanya bencana.
Seperti yang kita tahu, salah satu penyebab gempa adalah karena adanya pergerakan sesar. Bisa jadi, sebelum terjadi pergerakan sesar yang menyebabkan gempa besar, alam telah menunjukkan perubahan-perubahan. Seperti halnya tanda-tanda yang muncul ketika gunung akan meletus. Gempa besar kadang diawali dengan gempa-gempa kecil sebelumnya yang sering dianggap tidak penting.
Salah satu yang mungkin terjadi adalah adanya pelepasan panas ketika sesar hampir kehilangan elastisitasnya hingga akhirnya patah. Panas ini sendiri dapat berasal dari dalam bumi atau akibat gesekan antar bidang patahan lalu panas tersebut keluar dari celah bidang patahan. Akibat adanya panas ini, maka awan akan berkumpul di sepanjang bidang patahan ini. Sehingga terkadang,  awan  yang sering kita anggap sebagai awan bencana tersebut umumnya bentuknya memanjang atau pola-pola tertentu yang tidak biasa. Di Indonesia pola awan seperti ini sudah diamati di kota kota yang merupakan zona rawan bencana geologi, seperti Padang, Jogja dan beberapa kota di selatan Jawa
Lokasi Awan "bencana" yang teramati di Indonesia
Awan yang dicurigai sebagai awan bencana (Gambar hanya ilustrasi)
Adanya pelepasan ini juga bisa dirasakan oleh hewan-hewan tertentu, sehingga membuat hewan-hewan itu gelisah dan mengtahui bahwa bencana akan segera terjadi. Sehingga hewan-hewan tersebut berusaha menyelamatkan diri.
Ilustrasi pembentukan awan "bencana" (Kebenaran ilustrasi perlu pembuktian lebih lanjut)
Kesimpulan
Saat ini, memang belum ada cara yang paling tepat untuk memprediksi gempa. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba memandang secara ilmiah terhadap mitos atau legenda yang terjadi di masyarakat. Sejatinya, mitos atau legenda yang turun-temurun pastilah ada penyebabnya. Hanya saja, karena belum bisa menjelaskan secara ilmiah, maka diciptakanlah mitos yang membuat masyrakat takut. Tujuannya tak lain agar anak cucu mereka selalu menghindari bahaya yang mungkin akan terjadi.
Nenek moyang kita sudah cukup hebat dengan menciptakan rumah kayu yang tahan gempa, rumah panggung kokoh untuk mengurangi kerugian ketika banjir terjadi, membuat mitos yang menyeramkan tentang hutan atau laut agar anak cucunya menghormati alam. Melarang untuk menggunting kuku di malam hari karena khawatir anak cucunya terluka, dan masih banyak lagi.
Saya ingatkan kembali bahwa penjelasan diatas hanyalah pendapat saya. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah memang ada hubungan antara bentuk awan dan bencana.

Salam
Adi Yuza

Seandainya saya kebagian satu milyar rupiah dari Hambalang


Seandainya saya kebagian satu milyar rupiah dari Hambalang, pikiran itu tiba-tiba mencuat di benak saya ketika menonton program Indonesia Lawyers Club yang temanya “Dalang-dalang Hambalang”. Dalam acara itu, Pak Karni Ilyas mengatakan, “Anda tahu seberapa banyak uang 1 triliun itu? Jika perbulannya diambil 1 milyar, maka perlu waktu 72 tahun untuk menghabiskannya”. Wow, it’s amazing, bahkan terlintas dipikiran pun tak pernah untuk menghabiskan uang 1 milyar perbulan. Terus terang, saya tak peduli dengan kasus itu, karena saya benar-benar sudah muak. Saya hanya berharap azab Allah datang kepada mereka ketika mereka masih hidup.

Kalimat Bapak pemilik suara serak itu masih menggelayuti pikiran saya hingga saya terlelap. Seandainya saya dapat uang satu milyar saja, pasti itu lebih dari cukup untuk saya. Saya bisa membeli rumah yang saat ini saya kontrak, membuat usaha kost-kostan, rumah makan dan lain-lain. Bahkan itupun masih sisa. Dan uang yang telah saya pakai itu pun bisa saya kembalikan lagi dari hasil usaha saya.

Kadang saya heran dengan orang-orang kaya, kenapa selalu merasa kurang, padahal harta mereka sudah banyak. Pelit untuk menambah gaji buruh, padahal keuntungan mereka masih sangat cukup jika hanya untuk menaikkan gaji pekerja mereka ke level yang lebih layak. Entahlah.. dan saya pun terlelap bersamaan dengan khyalan bercampur keprihatinan itu.
***

Siang ini saya masih sama seperti siang-siang sebelumnya, galau; sama seperti halnya cuaca yang masih galau di musim pancaroba seperti ini. Entah berapa kali saya mengalami masa-masa penggalauan seperti ini, yang jelas sudah tidak terhitung lagi. Yang saya ingat, masa galau saya tak jauh-jauh dari masalah kuliah yang masalahnya selalu beranak-pinak dan keuangan yang morat-marit. Pernah saking galau-nya saya karena masalah skripsi, akhirnya saya putuskan untuk menjauh dari kota tempat saya tinggal menuju kota kecil  yang letaknya hampir ujung timur Pulau Jawa, Pare.

Alasannya sih untuk belajar Bahasa Inggris, tapi selain itu saya ingin mencari ketenangan.
Di kota kecil yang sempat dicalonkan menjadi ibukota Kabupaten Kediri itu, saya mencoba menenangkan diri sambil sedikit mengasah kemampuan bahasa Inggris saya. Kalau ada pembaca yang bertanya-tanya kenapa saya pilih Pare sebagai tempat umtuk menghabiskan masa menggalau saya, saya sendiri tidak tahu.  Mungkin karena terkenal sebagai “Kampung Bahasa” atau “Kampung Inggris”-nya, maka saya pikir, masa-masa galau saya tidak akan sia-sia begitu saja selain dari sekadar melupakan sejenak masalah di Kampus. Alhamdulillah, selama satu setengah bulan di sana membuat pikiran saya mulai enak lagi. Hal ini mungkin karena saya benar-benar tidak peduli dengan masalah yang ada karena saya terlalu sibuk belajar bahasa inggris dan bertemu dengan banyak orang baru dari berbagai daerah yang membuat saya makin excited.

Baru saja sampai setelah pulang dari Pare, masalah rupanya sudah tidak sabar untuk berpelukan dengan ku, sahabat karibnya. Kakak ku jatuh sakit tepat ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di rumah kontrakan ku. Aku pun langsung mengantarkannya berobat ke Dokter. Sebenarnya kondisi badan ku sendiri kurang begitu fit karena perjalanan panjang, melelahkan dan tak tidur sama sekali.

Tidak tidur sama sekali. Ya benar. Keuangan yang (selalu) terbatas memaksa ku untuk harus pintar-pintar mengaturnya. Salah satunya adalah  pulang dengan berganti-ganti kendaraan yang serba ekonomis. Mulai naik kereta kelas ekonomi, bis ekonomi, dan kapal laut kelas ekonomi. Konsekuensinya, aku harus awas setiap saat untuk menjaga barang bawaan saya. Usaha penghematan ku setidaknya tidak sia-sia, karena uanganya bisa ku pakai buat biaya berobat kakak ku ke Dokter.

Singkat cerita, kakak ku ternyata terserang demam berdarah, penyakit yang ketika itu sedang menjadi trending di kota ku. Kondisi yang mengkhawatirkan itu mengharuskan kami untuk menginapkannya di rumah sakit Ssasta yang cukup mahal untuk ukuran keluarga kami selama lebih dari seminggu. Sebenarnya keluarga ingin membawanya ke rumah sakit umum atau rumah sakit swasta yang ada layanan Askes-nya. Tapi sayang, semuanya sudah penuh karena penyakit yang menyebabkan trombosit korbannya berkurang dengan sangat drastis ini. 

Ujung-ujungnya biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi tak masalah bagi kami semua, yang penting orang yang kami cintai bisa kembali sehat seperti sedia kala. Salah satu cara untuk menutupi kekurangan pembiayaan rumah sakit adalah aku harus mengeluakan uang tabungan hasil beasiswa ku. Sungguh, baru pertama kali itu rekening yang sengaja ku buat untuk transfer beasiswa itu  meranggas seperti pohun jati di musim kemarau. Tapi sekali lagi, bagiku sama sekali tidak apa-apa, daripada orangtuaku harus meminjam kepada orang lain.

Hari-hari berikutnya aku, otakku tidak hanya  disibukkan dengan bagaimana harus mengatur uang yang tidak seberapa itu agar cukup, tapi juga bagaimana agar uang yang akan dikelola itu bisa ada. Karena tidak mungkin mengatur uang yang uangnya tidak ada. Aku bersyukur kepada Tuhan, karena saat itu ada lowongan mengajar privat bahasa inggris.

Benar kata orang, dalam keadaan terdesak, orang bisa melakukan sesuatu yang menurutnya di luar kemampuan dia. Dalam hal ini, aku yang sama sekali tidak pernah mengajar tiba-tiba punya keinginan untuk mengajar. Dan (menurutku) aku bisa mengajar. One problem's solved, Sekarang tinggal bagaimana agar aku bisa mengatur penghasilan yang tak seberapa itu supaya cukup untuk makan, cetak draft, dan kebutuhan skripsi lainnya. Jujur, sangat jauh dari cukup, tapi mau bagaimana lagi. Mau minta uang kepada orang tua tak tega rasanya.

Mengajar privat sudah selesai, uang honor pun sudah hampir selesai riwayatnya, tapi permasalahan tak pernah ada surutnya. Kali ini, adikku yang baru lulus SMA tinggal bersamaku untuk bimbel SNMPTN dan akupun disibukkan untuk pendaftaran wisuda. Kalian tahu sendiri, keduanya perlu biaya yang tak sedikit. Biaya makan pun otomatis menjadi dua kali lipat.

Sebenarnya aku yang memaksa adikku untuk  ikut Bimbel. Daripada dia luntang-lantung tak jelas di kampung, pikirku ketika itu. Setidakknya disini, dia akan mendapatkan banyak referensi sehingga pikirannya akan lebih terbuka untuk menentukan masa depannya sendiri. Uang Bimbel yang ku pikir hanya 300ribu rupiah ternyata sangat jauh dari perkiraan ku.

Aku tak pernah menyangka bahwa bimbel yang goal-nya hanya untuk lulus SNMPTN itu bisa mencapai 1,5 juta. Mahal sekali!. Lalu akupun pindah ke lembaga bimbel yang lain. Akhirnya dapatlah yang biayanya 1 juta, yang sesungguhnya masih mahal menurut ukuran ku. Kepalaku asli berkunang-kunang. Untung aku masih bisa mengendalikan diri di depan front officer bimbel itu. Mau ku batalkan, tidak enak dengan adikku. Akhirnya aku melakukan nego dengan petugas itu, dan pembayaran pun bisa di angsur setengahnya, ditambah biaya registrasi 100ribu.  Sekali lagi, uang 100ribu itu fuckin' out of my expectation.

Besar pasak daripada tiang, dan aku harus mengatur agar pasak bisa membesar dan tiang bisa mengecil. Caranya, ya aku  harus mencari uang sebanyak-banyaknya dan mengatur pengeluaran semininimum mungkin. Alhamdulillah, Akupun mengajar lagi. Kali ini aku mengajar anak-anak pintar dari sekolah swasta ternama di kota ku. Aku membimbing mereka ilmu kebumian sesuai dengan bidang kuliah ku, hal ini karena mereka akan menghadapi olimpiade sains tingkat propinsi  setelah sebelumnya ketiganya lolos dan mewakili kota.

Waktu kembali berputar, pekerjaanku sebagai pengajar pun lagi-lagi selesai dan urusan pendaftaran wisuda juga sudah selesai. Uang honor sebagai pengajar pun lumayan; lumayan pas-pasan. Guru pembimbing anak-anak itu pun meminta maaf karena menurutnya memberi kurang layak.  Aku sendiri memaklumi, toh tidak ada kontrak dalam bentuk apapun mengenai berapa jumlah honor yang mesti aku terima.

Well, Sekarang adalah waktu kosong yang sama sekali tidak pernah ku sukai. Tinggal menunggu wisuda yang tidak lama lagi. Sembari menuggu waktu yang bersejarah itu, akupun mengajukkan aplikasi kerja ke beberapa perusahaan. Harapanku, aku bisa bekerja di perusahaan minyak atau geothermal seperti yang aku impikan ketika aku masih kuliah dulu. Tapi rasanya sulit sekali, mungkin karena tidak ada orang dalam yang merekomendasikan, atau tidak ada alumni yang bekerja  di dalamnya, entahlah. Tapi aku mencoba tetap optimis dan masih berharap banyak kepada Tuhan. Selain perusahaan minyak, aku juga memasukkan lamaran ke beberapa bank sebagai officer development program dan sejenisnya.

Terus terang, batinku rasanya mau menangis saat memasukkan aplikasi itu ke bank. Bagaimana tidak, bank bukanlah minat ku. Bahkan bekerja di bank sama sekali tidak masuk dalam list ku. Dalam list yang ku buat, jika tidak bekerja di perusahaan minyak, aku ingin menjadi dosen. Dan jika keduanya tidak bisa, aku akan menjadi entrepreneur.

Tapi mau bagaimana lagi. Banyak temanku yang sudah melamar di perbankan dan berkecimpung di dalamnya. Melihat mereka, mau tidak mau  idealisme ku pun runtuh karena takut dicap sebagai pengangguran. Akupun mulai belajar tentang perbankan dan segala hal tentang  tes yang akan dilalui melalui buku yang sengaja ku beli. Aku memang hanya coba-coba, tapi bukan berarti aku tidak serius. Bukankah sebelum melakukan percobaan harus belajar mengenai teorinya dahulu.

Wisuda tinggal beberapa hari lagi, dan sampai sekarang belum ada panggilan dari banyak aplikasi yang ku sebar. Yah, mungkin aku perlu sedikit bersabar dan banyak-banyak berdoa.
Aku  kembali Galau dalam waktu lengang yang pada dasarnya merupakan saat-saat yang ku benci seperti saat ini. Menurutku, waktu lengang itu berpotensi melahirkan banyak maksiat. Dan entah sudah berapa banyak maksiat yang ku lakukan. Ku coba untuk tidak menyia-nyiakan waktu lengang ini dengan menulis artikel blog ataupun mengotak-atik photoshop. Hobi yang sudah lama aku tinggalkan dengan alasan sibuk.
Sampai saat ini, khayalan seandainya “kejatuhan uang secara tiba-tiba” masih sering exist.. ukh..


Update:

Saya berhasil lulus di bank dengan mengalahkan ratusan pelamar. Namun saya putuskan tidak mengambil lamaran itu karena saya tidak minat sama sekali. Saya melamar di beberapa perusahaan minyak tapi karena kesalahan teknis yang saya lakukan, saya pun gagal. Saya pernah mencoba bekerja sama dengan teman sendiri. Dan hasilnya, saya sarankan untuk pembaca agar membuat perjanjian se-profesional mungkin meskipun dengan sahabat dekat sekalipun. Kejadian itu membuat saya mesti jaga jarak dengan dia terutama jika terkait bisnis. Pada akhirnya, saya mendapat beasiswa penuh untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.




Senin, 04 Juni 2012

Siswa Tanggap Bencana (Sebuah gagasan)



Indonesia merupakan daerah yang sangat rentan akan bencana geologi. Hal ini karena letak geografis Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng benua, yaitu Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik. Baca artikel saya sebelumnya (Artikel 1 dan Artikel 2)

Bencana geologi ini memang tidak bisa kita hindari. Namun kita bisa meminimalisasi dampak yang akan terjadi. Oleh karena itu, penanganan prabencana adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan, terutama di negara kita yang memiliki tingkat kerentanan bencana yang sangat tinggi. Dalam hal ini, perencanaan, dan sosialisasi mitigasi adalah hal yang sangat penting. Mitigasi merupakan upaya untuk meminimalkan dampak bencana yang akan terjadi. Mitigasi sebaiknya dilakukan secara serius dan berkelanjutan. Dalam sosialisasi dan pelaksanaannya, harus melibatkan semua pihak, baik pemerintah, ilmuwan, institusi, LSM, dan masyarakat.

Sampai saat ini, kesadaran masyarakat sendiri akan mitigasi masih sangat kurang. Selain itu, sosialisasi mengenai “apa yang harus dilakukan  jika bencana terjadi” sangat kurang ke seluruh lapisan masyarakat. Kondisi ini dapat kita lihat di gedung-gedung perkantoran, Pusat perbelanjaan, sekolah, jalan raya, daerah tepi pantai, dll.

Contoh kecilnya saja, sulit kita jumpai jalur evakuasi tsunami, terutama di kota-kota yang memang rawan tsunami. Saat ini baru ada beberapa kota di Indonesia yang memilikinya. Untuk daerah Bandar Lampung sendiri, yang saya tahu hanya ada di depan kantor perusahaan Bukit Asam di dekat pelabuhan batubara. Selain itu, jalur evakuasi juga sulit untuk kita temui atau bahkan tidak ada, di tempat dimana orang banyak berkumpul, seperti gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Namun dari semua itu, yang terpenting  adalah sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat agar lebih tanggap terhadap bencana.

Untuk negara yang memiliki potensi bencana geologi yang tinggi  seperti Indonesia, sosialisasi bencana sebaiknya sudah dilakukan sejak dini. Dalam artian, pentingnya mitigasi bencana sebaiknya sudah di sosialisasikan terhadap masyarakat sejak SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi. Penting sekali pelajaran mengenai Mitigasi Bencana bisa masuk dan menjadi bagian dalam kurikulum sekolah. Karena dengan adanya kurikulum mengenai mitigasi di sekolah, sosialisasi akan lebih mengena ke dalam pikiran anak sekolah. Selain itu, mereka juga akan mengajarkan dan memsosialisasikan apa yang mereka dapat kepada orang rumah. Dampak lainya adalah, akan tercipta masyarakat yang lebih tanggap bencana di masa yang akan datang. 

Kurangnya sosialisasi mitigasi bencana, akan menyebabkan masyarakat mudah panik jika sewaktu-waktu bencana tersebut terjadi. Seperti,  orang berlari tak tentu arah, berlindung di tempat yang justru berbahaya, jalanan macet karena orang berebut mencari aman (hal yang tak seharusnya terjadi jika system dan sosialisanya berjalan dengan baik), kebakaran, dll.

Kembali ke mitigasi di sekolah, jika seandainya mitigasi bencana tidak bisa dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan, maka mitigasi bisa dijadikan sebagai kegiatan ekstrakuler semacam UKS. Dalam hal ini, beberapa siswa diberi pembekalan khusus yang nantinya para siswa inilah yang memiliki tanggung jawab untuk urusan mitigasi di sekolah masing-masing. Saya rasa, dengan pembekalan yang cukup, para siswa akan lebih kreatif dalam mensurvei kondisi sekolah, membuat system jalur evakuasi, melakukan sosialisasi, dan melakukan simulasi bencana di sekolah masing-masing. Tentunya ini akan berjalan dengan baik jika ada dukungan dari pemerintah dan sekolah. 

Harapannya sistem mitigasi bencana ini juga bisa diaplikasikan di gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan tempat keramaian lainnya. Memang, beberapa perusahaan yang memiliki divisi SHE (Safety, Health and Environment) terutama perusahaan-persahaan besar sudah melakukannya. Namun. Masih sangat banyak perusahaan / kantor yang belum melakukannya.

Mitigasi tidaklah sulit dilakukan, bahkan terlihat sepele, namun dengan mitigasi inilah kita bisa memperkecil dampak bencana yang terjadi.

Salam

Adi yuza






Fakta Lampung

Masyarakat Lampung
Sistem kekeluargaan Patrilineal, tapi sangat menghormati wanita. Hal ini terlihat dengan digunakannya siger (sigokh) sebagai simbol orang Lampung, dimana kebanyakan suku lain menggunakan senjata sebagai simbolnya seperti Kujang, Mandau, Keris.

Hampir 100% orang Lampung beragama Islam, Kecuali yang pindah keyakinan.

Kebanyakan orang Lampung bermata sipit, berkulit putih, dan lebih mirip orang Cina. Meskipun tak semua orang Lampung berperawakan seperti itu.

Kita akan kesulitan menemukan orang yang berbahasa Lampung di Lampung. Kecuali di tempat-tempat tertentu.

Bahasa Lampung terbagi menjadi 2 dialek utama, yaitu A dan O, dan masing-masing dialek memiliki subdialek sendiri-sendiri.  Ketika 2 orang Lampung berbeda marga saling bertemu, maka tak jarang mereka akan menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun masing-masing dialek tidak jauh berbeda dan mereka akan paham walau menggunakan dialek masing2.

Kata-kata “Kamu orang, Kita orang, Diorang” adalah kata bahasa pergaulan yang umum di Lampung untuk menunjukkan “Kalian, Kami, dan Mereka”. Padahal dalam bahasa Lampung, ketiga kata tersebut adalah “Kuti/kutei, Hikam/ikam, Tiyan”

Kita akan kesulitan menemukan restoran/ makanan khas Lampung di Lampung sendiri.

Lampung memiliki huruf sendiri yang disebut dengan Had Lampung

Lebih banyak orang yang tahu menulis dengan menggunakan Aksara Lampung daripada berbahasa Lampung.

Seruit adalah makanan khas orang Lampung yang merupakan simbol kebersamaan & kekeluargaan.
Sama seperti kebanyakan orang Sumatera, Orang Lampung biasanya memiliki watak yang keras.
Kebudayaan Lampung sangat terpengaruh oleh emas atau logam dengan warna-warna emas seperti kuningan. Mulai dari Siger dan aksesoris pengantin yang terbuat dari emas atau warna tiruan emas, Tapis (Kain khas Lampung) yang dari sulaman benang emas, perkakas sehari-hari yang terbuat dari  emas atau kuningan seperti  teko, gelas, piring, sisir dll. Pernah beberapa kali penulis mendatangi lokasi hajatan orang Lampung (pernikahan ,sunatan, pengangkatan adat), rasanya seperti berada di tempat yang mewah dan glamor karena nuansa yang serba emas.

Di lihat dari dari motif tapis dan penggunaan emas dalam kehidupan sehari-hari, mungkin zaman dahulu pernah ada peradaban sangat tinggi di Lampung,  namun tiba-tiba hilang tak berbekas pada suatu masa. Dari motif tapis, dapat kita lihat kapal besar yang mampu memuat gajah, awak kapal yang lengkap (Nahkoda, Juru mudi, Mualim, Tukang Agung, Kelasi, Pedagang, Budak, Kadet, dan Prajurit Kapal), orang menunggang gajah, motif naga seperti dalam legenda Cina, Piramid (Motif pucuk rebung, yang sangat mirip candi Prambanan. Sedangkan motif Gunung umpu menyerupai kuil orang Aztec di Amerika), dll.
Wanita Lampung dengan Siger Emas yang menjadi pakaian sehari-hari
Motif Kapal pada Kain Tapis Lampung
Punden Berundak di Pugung Raharjo Lampung
Motif Tapis Lampung


Bersambung



.