Pertanyaan ini sering muncul di benak kita
apakah benar ada keterkaitan antara keduanya. Memang hingga saat ini belum
ditemukannya jawaban pasti. Tapi tak ada salahnya kita telaah dari kacamata
orang awam dengan sedikit pengetahuan tentang awan dan geologi.
Awan merupakan massa yang terdiri dari
tetesan air atau Kristal beku yang tergantung diatas permukaan bumi atau tubuh planet lain. Udara selalu
mengandung uap air. Apabila uap air ini berubah menjadi titik-titik air, maka
terbentuklah awan. Perubahan ini bisa terjadi dengan cara:
Ketika udara panas, lebih banyak uap
terkandung di dalam udara karena air lebih cepat menguap. Udara panas yang
mengandung air ini akan naik tinggi sampai tiba di lapisan yang suhunya rendah.
Uap lalu mencair dan terbentuklah awan.
Udara bergerak dari dari suhu yang rendah
ke suhu yang tinggi dan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Singkatnya,
dimana ada suhu panas, di situlah udara berkumpul. Di alam lebih mudahnya dapat
kita rasakan ketika sedang berada di pantai. Dimana ketika siang hari, angin
akan berhembus kencang dari laut ke darat. Hal ini karena pada siang hari,
daratan lebih panas dari pada lautan. Selain itu awan pun akan terbawa angin dan berkumpul di tempat yang
panas. Sehingga di siang hari yang cerah, laut akan terlihat biru karena bersih
dari awan. Yang perlu diingat adalah, warna biru laut disebabkan oleh penghamburan cahaya. Karena panjang gelombang cahaya biru lebih panjang sehingga dapat masuk kedalam air laut. Tidak adanya awan tentu saja membuat tidak ada halangan untuk cahaya-cahaya ini mencapai laut.
Sirkulasi Udara |
Hubungan Awan dengan Gempa
Meski belum ada penjelasan yang benar-benar
ilmiah, kehadiran awan yang mencurigakan
bisa saja diwaspadai sebagai pertanda akan adanya bencana.
Seperti yang kita tahu, salah satu penyebab
gempa adalah karena adanya pergerakan sesar. Bisa jadi, sebelum terjadi
pergerakan sesar yang menyebabkan gempa besar, alam telah menunjukkan
perubahan-perubahan. Seperti halnya tanda-tanda yang muncul ketika gunung akan
meletus. Gempa besar kadang diawali dengan gempa-gempa kecil sebelumnya yang
sering dianggap tidak penting.
Salah satu yang mungkin terjadi adalah
adanya pelepasan panas ketika sesar hampir kehilangan elastisitasnya hingga
akhirnya patah. Panas ini sendiri dapat berasal dari dalam bumi atau akibat
gesekan antar bidang patahan lalu panas tersebut keluar dari celah bidang
patahan. Akibat adanya panas ini, maka awan akan berkumpul di sepanjang bidang
patahan ini. Sehingga terkadang,
awan yang sering kita anggap
sebagai awan bencana tersebut umumnya bentuknya memanjang atau pola-pola
tertentu yang tidak biasa. Di Indonesia pola awan seperti ini sudah diamati di
kota kota yang merupakan zona rawan bencana geologi, seperti Padang, Jogja dan
beberapa kota di selatan Jawa
Lokasi Awan "bencana" yang teramati di Indonesia |
Awan yang dicurigai sebagai awan bencana (Gambar hanya ilustrasi) |
Adanya pelepasan ini juga bisa dirasakan
oleh hewan-hewan tertentu, sehingga membuat hewan-hewan itu gelisah dan mengtahui
bahwa bencana akan segera terjadi. Sehingga hewan-hewan tersebut berusaha
menyelamatkan diri.
Ilustrasi pembentukan awan "bencana" (Kebenaran ilustrasi perlu pembuktian lebih lanjut) |
Kesimpulan
Saat ini, memang belum ada cara yang paling
tepat untuk memprediksi gempa. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba memandang
secara ilmiah terhadap mitos atau legenda yang terjadi di masyarakat.
Sejatinya, mitos atau legenda yang turun-temurun pastilah ada penyebabnya.
Hanya saja, karena belum bisa menjelaskan secara ilmiah, maka diciptakanlah
mitos yang membuat masyrakat takut. Tujuannya tak lain agar anak cucu mereka
selalu menghindari bahaya yang mungkin akan terjadi.
Nenek moyang kita sudah cukup hebat dengan
menciptakan rumah kayu yang tahan gempa, rumah panggung kokoh untuk mengurangi
kerugian ketika banjir terjadi, membuat mitos yang menyeramkan tentang hutan
atau laut agar anak cucunya menghormati alam. Melarang untuk menggunting kuku
di malam hari karena khawatir anak cucunya terluka, dan masih banyak lagi.
Saya ingatkan kembali bahwa penjelasan
diatas hanyalah pendapat saya. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan
apakah memang ada hubungan antara bentuk awan dan bencana.
Salam
Adi Yuza
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar jika dirasa perlu
Adi Yuza