Kamis, 07 Juni 2012

Adakah hubungan antara awan dan bencana


Pertanyaan ini sering muncul di benak kita apakah benar ada keterkaitan antara keduanya. Memang hingga saat ini belum ditemukannya jawaban pasti. Tapi tak ada salahnya kita telaah dari kacamata orang awam dengan sedikit pengetahuan tentang awan dan geologi.
Awan merupakan massa yang terdiri dari tetesan air atau Kristal beku yang tergantung diatas permukaan  bumi atau tubuh planet lain. Udara selalu mengandung uap air. Apabila uap air ini berubah menjadi titik-titik air, maka terbentuklah awan. Perubahan ini bisa terjadi dengan  cara:
Ketika udara panas, lebih banyak uap terkandung di dalam udara karena air lebih cepat menguap. Udara panas yang mengandung air ini akan naik tinggi sampai tiba di lapisan yang suhunya rendah. Uap lalu mencair dan terbentuklah awan.
Udara bergerak dari dari suhu yang rendah ke suhu yang tinggi dan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Singkatnya, dimana ada suhu panas, di situlah udara berkumpul. Di alam lebih mudahnya dapat kita rasakan ketika sedang berada di pantai. Dimana ketika siang hari, angin akan berhembus kencang dari laut ke darat. Hal ini karena pada siang hari, daratan lebih panas dari pada lautan. Selain itu awan pun akan  terbawa angin dan berkumpul di tempat yang panas. Sehingga di siang hari yang cerah, laut akan terlihat biru karena bersih dari awan. Yang perlu diingat adalah, warna biru laut disebabkan oleh penghamburan cahaya. Karena panjang gelombang cahaya biru lebih panjang sehingga dapat masuk kedalam air laut. Tidak adanya awan tentu saja membuat tidak ada halangan untuk cahaya-cahaya ini mencapai laut.


Sirkulasi Udara

Hubungan Awan dengan Gempa
Meski belum ada penjelasan yang benar-benar ilmiah, kehadiran awan  yang mencurigakan bisa saja diwaspadai sebagai pertanda akan adanya bencana.
Seperti yang kita tahu, salah satu penyebab gempa adalah karena adanya pergerakan sesar. Bisa jadi, sebelum terjadi pergerakan sesar yang menyebabkan gempa besar, alam telah menunjukkan perubahan-perubahan. Seperti halnya tanda-tanda yang muncul ketika gunung akan meletus. Gempa besar kadang diawali dengan gempa-gempa kecil sebelumnya yang sering dianggap tidak penting.
Salah satu yang mungkin terjadi adalah adanya pelepasan panas ketika sesar hampir kehilangan elastisitasnya hingga akhirnya patah. Panas ini sendiri dapat berasal dari dalam bumi atau akibat gesekan antar bidang patahan lalu panas tersebut keluar dari celah bidang patahan. Akibat adanya panas ini, maka awan akan berkumpul di sepanjang bidang patahan ini. Sehingga terkadang,  awan  yang sering kita anggap sebagai awan bencana tersebut umumnya bentuknya memanjang atau pola-pola tertentu yang tidak biasa. Di Indonesia pola awan seperti ini sudah diamati di kota kota yang merupakan zona rawan bencana geologi, seperti Padang, Jogja dan beberapa kota di selatan Jawa
Lokasi Awan "bencana" yang teramati di Indonesia
Awan yang dicurigai sebagai awan bencana (Gambar hanya ilustrasi)
Adanya pelepasan ini juga bisa dirasakan oleh hewan-hewan tertentu, sehingga membuat hewan-hewan itu gelisah dan mengtahui bahwa bencana akan segera terjadi. Sehingga hewan-hewan tersebut berusaha menyelamatkan diri.
Ilustrasi pembentukan awan "bencana" (Kebenaran ilustrasi perlu pembuktian lebih lanjut)
Kesimpulan
Saat ini, memang belum ada cara yang paling tepat untuk memprediksi gempa. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba memandang secara ilmiah terhadap mitos atau legenda yang terjadi di masyarakat. Sejatinya, mitos atau legenda yang turun-temurun pastilah ada penyebabnya. Hanya saja, karena belum bisa menjelaskan secara ilmiah, maka diciptakanlah mitos yang membuat masyrakat takut. Tujuannya tak lain agar anak cucu mereka selalu menghindari bahaya yang mungkin akan terjadi.
Nenek moyang kita sudah cukup hebat dengan menciptakan rumah kayu yang tahan gempa, rumah panggung kokoh untuk mengurangi kerugian ketika banjir terjadi, membuat mitos yang menyeramkan tentang hutan atau laut agar anak cucunya menghormati alam. Melarang untuk menggunting kuku di malam hari karena khawatir anak cucunya terluka, dan masih banyak lagi.
Saya ingatkan kembali bahwa penjelasan diatas hanyalah pendapat saya. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah memang ada hubungan antara bentuk awan dan bencana.

Salam
Adi Yuza

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar jika dirasa perlu

Adi Yuza