Minggu, 31 Oktober 2010

Ilmu Kebumian di Indonesia dan perannya dalam Mitigasi Bencana

Belakangan ini bencana geologi (geohazard) semakin sering melanda negeri kita. Ditengah ramainya dunia pemberitaan, hal-hal tentang gempa pun hadir ke dalam benak banyak orang. Orang tua, orang muda, dan anak-anak yang selama ini kurang (atau bahkan tidak) memerhatikan soal-soal gempa kini banyak yang terpaku lama menyaksikan reportase dari wilayah bencana melalui TV atau membacanya di media cetak dan online.

sebaran gempa bumi di Indonesia

sebaran gempa bumi di Indonesia

Wajar, jika pada akhirnya negeri kita rentan terhadap bencana geologi. Seperti yang kita tahu, bahwa negeri kita merupakan jalur Ring of fire. Namun tidak hanya itu, Indonesia merupakan lokasi pertemuan tiga lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indoaustralia, dan Lempeng Pasifik. Oleh karenanya, hampir seluruh wilayah Indonesia rentan terhadap bencana Geologi, terkecuali Pulau Kalimantan.

Melihat begitu besarnya potensi bencana negeri kita, mau tidak mau, suka atau tidak, siap atau tidak, pasti kita menghadapinya. Sejarah menunjukkan bahwa setiap kali terjadi bencana geologi di negeri ini, pastilah memakan korban. Lantas, bagaimanakah solusinya?

Ketua DPR kita, Marzuki Ali mengatakan bahwa korban tsunami di Mentawai adalah resiko mereka yang tinggal di pantai. Jika tidak ingin menjadi korban tsunami, ya jangan tinggal dipantai. Memang ada benarnya apa yang dikatakan beliau. Namun apakah itu solusi yang tepat? saya rasa sama sekali tidak. Kalau begitu apa bedanya dengan pernyataan ” Orang yang menjadi Korban bencana adalah resiko tinggal di Indonesia, Jika tidak ingin menjadi koraban bencana, maka jangan tinggal di Indonesia”.

Bencana Geologi merupakan bencana yang tak mungkin bisa dihindari. Ini artinya, kita tak mungkin bisa mengatur gempa sebagaimana kita mengatur banjir dengan kanal (meskipun di Indonesia banjir merupakan bencana yang sulit dihindari). Oleh karenanya, yang bisa kita lakukan adalah dengan meminimalisasi kerugian akibat bencana, baik itu kerugian harta maupun nyawa. Tindakan inilah yang kita sebut sebagai Mitigasi Bencana Geologi (salah satu mata kuliah saya di Teknik Geofisika Unila, hehe).

Di Indonesia sendiri, mitigasi bencana sudah lama dilakukan, hanya saja kurang begitu maksimal. Banyak faktor yang menyebabkan mengapa mitigasi bencana di Indonesia kurang maksimal atau bisa dibilang kecolongan. Diantaranya antara lain (menurut saya), kurangnya sosialisasi, Instrumen yang kurang memadai, tidak teraturnya Koordinasi penanganan bencana, dan yang terakhir, kurangnya Ahli yang benar-benar concern dalam menangani masalah ini.

Sosialisasi adalah adalah hal yang sangat vital dalam suatu mitigasi. Karena tanpa sosialisasi, seideal apapun prosedur mitigasi maka hasilnya akan sama dengan nol. Karena objek utama dari mitigasi adalah masyarakat. Itu Artinya, pembelajaran terhadap masyarakat mutlak diperlukan. Agar masyarakat bisa memahami potensi bencana apa saja yang sewaktu-waktu bisa terjadi di wilayah mereka. Pemahaman mitigasi yang yang perlu ditanamkan adalah Pra, saat dan Pascabencana. Persiapan apa saja yang perlu dilakukan sebelum bencana itu terjadi, Hal apa saja yang dilakukan ketika bencana itu terjadi, dan Tindakan apa saja yang dilakukan setelah bencana itu berlalu.

Namun sayang, sosialisasi sendiri masih sangat kurang dilakukan. Sehingga masih banyak masyarakat yang lebih mempercayai Intuisi Dukun daripada Instansi terkait. Lagipula, saat ini masih rancu mengenai tugas siapa ini. Pemerintah kah? atau Masyarakat itu sendiri. Sayang pemerintah masih kurang begitu memperhatikan hal ini. Bisa di bilang pemerintah lebih suka gratisan. Seperti tahun kemarin, ada proyek KKN Mahasiswa di daerah Lampung Barat mengenai penelitian potensi bencana berikut sosialisasinya. Awalnya saya cukup tertarik, Namun ketika saya tahu bahwa seluruh biaya ditanggung mahasiswa itu sendiri, Ya saya tolak. Lagipula tidak ada mata kuliah KKN dijurusan saya, jadi tak begitu masalah, hehehe. Namun setidaknya, program kerja Himpunan mahasiswa Jurusan pada tahun ini salah satunya adalah Sosialisasi mengenai Mitigasi Bencana, mudah-mudahan bisa berjalan.

Yang kedua Adalah Instrumen. Sudah menjadi rahasia bangsa ini bahwa sebagian besar instrumen kebencanaan yang kita miliki adalah hasil “ekspor”. Kalau tidak dari Jepang, ya Amerika. Cukup dimaklumkan, karena teknologi kita belum mampu sampai sana. Namun parahnya, Ketika alat tersebut dipasang di tempat-tempat tertentu, belum sampai dipakai, alatnya sudah hilang entah kemana. contohnya: Alat pendeteksi tsunami. Huft, sampai mengelus dada sendiri kadang-kadang dibuatnya.

Yang ketiga adalah koordinasi penanganan bencana. Saya tak ingin membahasnya panjang lebar, karena bisa dilihat oleh anda sendiri. Contohnya, saat terjadi bencana di Mentawai yang sibuk adalah Tanjung Priok. Semua bantuan tertumpuk di sana, kalau makanan mungkin bisa busuk. Kantong mayat yang habis, dll. Yang saya heran, apakah TNI masuk kedalam sistem penanganan bencana. Karena yang sering saya lihat setiap kali ada bencana, pasti selalu ada TNI. Memang tidak salah. Namun kalau begitu ceritanya, sekalian saja TNI diintegrasikan kedalam sistem penanganan bencana. Supaya semua bisa terkoordinasi.

Satu lagi, Pejabat jangan terlalu sering berkunjung ke tempat bencana. Karena akan merepotkan relawan maupun korban.

Yang terakhir adalah Sumber daya manusia. Apakah Indonesia Kurang SDMnya? saya rasa tidak. Karena jurusan Geologi dan Geofisika saya rasa mencukupi. Namun pertanyaannya ke mana mereka selama ini? jawabannya adalah mereka lebih banyak bekerja di sektor eksplorasi migas maupun pertambangan. Ya, mereka lebih suka kesana, karena pertimbangan Salary yang lebih menjanjikan. Lagi pula, pemerintah sepertinya tidak pernah memeperhitungkan keberadaan mereka.

Padahal jika pemerintah mau, mereka pun tak segan membantu setidaknya dalam hal sosialisasi. Kalau masalah pengetahuan, saya rasa pengatahuan mahasiswa Geofisika cukup memadai dalam hal kegempaan. Baik mengenai pengetahuannya maupun mitigasinya. Karena selain mempelajari teknik-teknik eksplorasi, mahasiswa geofisika juga mempelajari mengenai seismologi, Volkanologi, maupun Mitigasi. Selain itu juga mereka belajar bagaimana memanfaatkan metode-metode geofisika untuk tujuan mitigasi.

Tapi sayang, wacana mengenai pemanfaatan ilmu-ilmu kebumian hanya muncul ketika bencana besar terjadi dan setelah korban dirasa cukup untuk membuat tema ” Indonesia Menangis” atau “pray for Indonesia”.

Setelah berlalu, semua wacana itu menguap entah kemana. Dan pada akhirnya, Mahasiswa-mahasiwa itupun harus berpikir realistis untuk masa depan mereka sendiri.

Sebagaimana studi tentang hutan, iklim, atau vulkanologi, ilmuwan ahli kebumian Indonesia punya peluang besar untuk berkontribusi dalam sains yang hebat ini karena Indonesia sering disebut sebagai laboratorium alam yang unik. Sumbangan ilmiah ini maknanya tidak saja sebatas pemerkayaan ilmu pengetahuan, tetapi juga terkait dengan masa depan manusia. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar jika dirasa perlu

Adi Yuza