Beberapa hari yang lalu, saya membaca salah
satu artikel di Yahoo mengenai Kota besar terkotor. Terus terang, saya cukup
kaget karena Bandar Lampung (BL) merupakan salah satunya selain Bekasi. Saya
agak heran. Benarkah demikian? Apakah dari sekian ratus kota di Indonesia, BL
benar benar paling kotor? Atau mungkin artikel ini sengaja dibuatoleh penulisnya sedramatis mungkin untuk
menarik minat pembaca? pertanyaan saya ini mungkin juga ada di benak warga kota BL yang membaca artikel itu.
Saya sebagai warga BL, sebenarnya tidak
begitu keberatan dengan isi artikel itu, karena artikel itu bisa menjadi kritik
untuk Pemkot BL. Tapi sejujurnya, BL tidak lah sekotor itu untuk disematkan
gelar sebagai kota paling Kotor.
Dibanding beberapa tahun yang lalu, BL
sudah banyak berbenah. Bahkan menurut saya, kondisi BL saat ini lebih baik
dibanding ketika menerima piala Adipuratahun 2009 lalu. Ketika itu, saya malah kurang setuju BL mendapat piala
Adipura.
Saat ini, penataan BL lebih baik. Mulai penataan
PKL sehingga Pasar Bambu kuning, Pasar Tengah, Pasar Tugu dan pasar lainnya
lebih enak di lihat. Lalu diluncurkannya Bus Rapid Trans yang nyaman,
penambahan air mancur di beberapa titik sehingga terlihat cantik, spanduk-spanduk
yangyang tak lagi begitu semrawaut dan
penambahan ornamen-ornamen Lampung di setiap bangunan dan Lampu jalan.
Saya tidak mengatakan bahwa BL sudah
sempurna, karena masih ada beberapa titik yang belum berhasil ditata dengan
baik, seperti sungai dan pinggir pantai yang masih terlihat sampah. Problem
yang saya rasa dihadapi juga oleh kota-kota lainnya di Indonesia. Tapi saat
ini, Pemkot BL sedang berupaya untuk mereklamasi kawasan sungai dan pantai.
Saya rasa banjir yang baru pertama kali terjadi dua tahun yang lalu cukup
menjadi pelajaran berharga bagi pemkot kota ini bahwa kebersihan sungai di Kota
ini berada pada titik kritis.
Memang BL tak sebersih Singapura bahkan
mungkin masih sangat jauh untuk mencapai tahap itu, tapi tak pula sekotor
Jakarta utara yang mendapat piala Adipura tahun ini. Saat ini pemkot BL tengah
giat-giatnya menata kota BL. Bahkan aparatur yang tidak turut menunjang program
kebersihan kota bisa langsung diberhentikan dari jabatannya.
Tesebarnya berita bahwa BL adalah kota
terkotor tentu saja membuat para aparatur kota dan Pengusaha di BL gusar.
Karena, pastilah para aparatur tersebut akan mendapat sanksi yang sangat keras.
Selain itu, predikat itu akan membuat investor berpikir ulang untuk membangun
usaha di Kota Tapis Berseri ini. Saya sendiri sempat sedikit kecewa ketika
membaca artikel itu karena menurut saya benar-benar di luar dugaan.
Saat ini geliat pertumbuhan BL benar-benar
terasa. Seperti Pembangunan Mall dan Hotel yang makin banyak, juga Pembangunan
Ruko yang menjamur sampai ke sudut kota. Pertumbuhan kota yang demikian tentu
saja menimbulkan dampak lain yang membuat saya pusing sebagaiwarganya. Salah satu masalah klasik yang
selalu menjadi sindrom kota besar adalah Macet yang jauh lebih parah dari
beberapa tahun yang lalu. Dan Kemacetan ini sudah harus menjadi PR baru bagi pemkot
BL.
Sebagai tambahan, pihak kementerian
Lingkungan Hidup sendiri tidak pernah menyatakan bahwa kota BL merupakan kota
terkotor, melainkan kota besar yang
memperoleh nilai terkecil dari 13 kota besar se-Indonesia. Penilaian ini
sendiri rencanya akan ditinjau ulang karena diprotes oleh warga BL. Seperti yang
diberitakan, bahwa hari ini (8 Juni), kantor Kementerian Lingkungan Hidup di
Jakarta didemo oleh ratusan warga BL karena keberatan dengan predikat kota
Terkotor yang diberikan. Bahkan timbul anggapan baru, jangan jangan ada yang tidak beres dalam proses penilaiaannya.
Menurutsaya, sebenarnya tidak ada yang salah. Hanya saja, yang keterlaluanadalah artikel yang ditulis di Yahoo
Indonesia. Karena penulis artikel itu menulis bahwa BL adalah kota terkotor.
Bukankah kalau ditulis seperti itu, orang langsung berpikir bahwa BL adalah
paling kotor, paling jorok, tak layak untuk ditinggali, kumuh, tak beradab, udaranya
bau, dan penuh sampah dimana-mana.
Pertanyaan ini sering muncul di benak kita
apakah benar ada keterkaitan antara keduanya. Memang hingga saat ini belum
ditemukannya jawaban pasti. Tapi tak ada salahnya kita telaah dari kacamata
orang awam dengan sedikit pengetahuan tentang awan dan geologi.
Awan merupakan massa yang terdiri dari
tetesan air atau Kristal beku yang tergantung diatas permukaanbumi atau tubuh planet lain. Udara selalu
mengandung uap air. Apabila uap air ini berubah menjadi titik-titik air, maka
terbentuklah awan. Perubahan ini bisa terjadi dengancara:
Ketika udara panas, lebih banyak uap
terkandung di dalam udara karena air lebih cepat menguap. Udara panas yang
mengandung air ini akan naik tinggi sampai tiba di lapisan yang suhunya rendah.
Uap lalu mencair dan terbentuklah awan.
Udara bergerak dari dari suhu yang rendah
ke suhu yang tinggi dan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Singkatnya,
dimana ada suhu panas, di situlah udara berkumpul. Di alam lebih mudahnya dapat
kita rasakan ketika sedang berada di pantai. Dimana ketika siang hari, angin
akan berhembus kencang dari laut ke darat. Hal ini karena pada siang hari,
daratan lebih panas dari pada lautan. Selain itu awan pun akanterbawa angin dan berkumpul di tempat yang
panas. Sehingga di siang hari yang cerah, laut akan terlihat biru karena bersih
dari awan. Yang perlu diingat adalah, warna biru laut disebabkan oleh penghamburan cahaya. Karena panjang gelombang cahaya biru lebih panjang sehingga dapat masuk kedalam air laut. Tidak adanya awan tentu saja membuat tidak ada halangan untuk cahaya-cahaya ini mencapai laut.
Sirkulasi Udara
Hubungan Awan dengan Gempa
Meski belum ada penjelasan yang benar-benar
ilmiah, kehadiran awanyang mencurigakan
bisa saja diwaspadai sebagai pertanda akan adanya bencana.
Seperti yang kita tahu, salah satu penyebab
gempa adalah karena adanya pergerakan sesar. Bisa jadi, sebelum terjadi
pergerakan sesar yang menyebabkan gempa besar, alam telah menunjukkan
perubahan-perubahan. Seperti halnya tanda-tanda yang muncul ketika gunung akan
meletus. Gempa besar kadang diawali dengan gempa-gempa kecil sebelumnya yang
sering dianggap tidak penting.
Salah satu yang mungkin terjadi adalah
adanya pelepasan panas ketika sesar hampir kehilangan elastisitasnya hingga
akhirnya patah. Panas ini sendiri dapat berasal dari dalam bumi atau akibat
gesekan antar bidang patahan lalu panas tersebut keluar dari celah bidang
patahan. Akibat adanya panas ini, maka awan akan berkumpul di sepanjang bidang
patahan ini. Sehingga terkadang,awanyang sering kita anggap
sebagai awan bencana tersebut umumnya bentuknya memanjang atau pola-pola
tertentu yang tidak biasa. Di Indonesia pola awan seperti ini sudah diamati di
kota kota yang merupakan zona rawan bencana geologi, seperti Padang, Jogja dan
beberapa kota di selatan Jawa
Lokasi Awan "bencana" yang teramati di Indonesia
Awan yang dicurigai sebagai awan bencana (Gambar hanya ilustrasi)
Adanya pelepasan ini juga bisa dirasakan
oleh hewan-hewan tertentu, sehingga membuat hewan-hewan itu gelisah dan mengtahui
bahwa bencana akan segera terjadi. Sehingga hewan-hewan tersebut berusaha
menyelamatkan diri.
Ilustrasi pembentukan awan "bencana" (Kebenaran ilustrasi perlu pembuktian lebih lanjut)
Kesimpulan
Saat ini, memang belum ada cara yang paling
tepat untuk memprediksi gempa. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba memandang
secara ilmiah terhadap mitos atau legenda yang terjadi di masyarakat.
Sejatinya, mitos atau legenda yang turun-temurun pastilah ada penyebabnya.
Hanya saja, karena belum bisa menjelaskan secara ilmiah, maka diciptakanlah
mitos yang membuat masyrakat takut. Tujuannya tak lain agar anak cucu mereka
selalu menghindari bahaya yang mungkin akan terjadi.
Nenek moyang kita sudah cukup hebat dengan
menciptakan rumah kayu yang tahan gempa, rumah panggung kokoh untuk mengurangi
kerugian ketika banjir terjadi, membuat mitos yang menyeramkan tentang hutan
atau laut agar anak cucunya menghormati alam. Melarang untuk menggunting kuku
di malam hari karena khawatir anak cucunya terluka, dan masih banyak lagi.
Saya ingatkan kembali bahwa penjelasan
diatas hanyalah pendapat saya. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan
apakah memang ada hubungan antara bentuk awan dan bencana.
Seandainya saya kebagian satu milyar rupiah
dari Hambalang, pikiran itu tiba-tiba mencuat di benak saya ketika menonton
program Indonesia Lawyers Club yang temanya “Dalang-dalang Hambalang”. Dalam
acara itu, Pak Karni Ilyas mengatakan, “Anda tahu seberapa banyak uang 1
triliun itu? Jika perbulannya diambil 1 milyar, maka perlu waktu 72 tahun untuk
menghabiskannya”. Wow, it’s amazing,
bahkan terlintas dipikiran pun tak pernah untuk menghabiskan uang 1 milyar
perbulan. Terus terang, saya tak peduli dengan kasus itu, karena saya
benar-benar sudah muak. Saya hanya berharap azab Allah datang kepada mereka
ketika mereka masih hidup.
Kalimat Bapak pemilik suara serak itu masih
menggelayuti pikiran saya hingga saya terlelap. Seandainya saya dapat uang satu
milyar saja, pasti itu lebih dari cukup untuk saya. Saya bisa membeli rumah yang
saat ini saya kontrak, membuat usaha kost-kostan, rumah makan dan lain-lain.
Bahkan itupun masih sisa. Dan uang yang telah saya pakai itu pun bisa saya
kembalikan lagi dari hasil usaha saya.
Kadang saya heran dengan orang-orang kaya,
kenapa selalu merasa kurang, padahal harta mereka sudah banyak. Pelit untuk
menambah gaji buruh, padahal keuntungan mereka masih sangat cukup jika hanya
untuk menaikkan gaji pekerja mereka ke level yang lebih layak. Entahlah.. dan
saya pun terlelap bersamaan dengan khyalan bercampur keprihatinan itu.
***
Siang ini saya masih sama seperti
siang-siang sebelumnya, galau; sama seperti halnya cuaca yang masih galau di
musim pancaroba seperti ini. Entah berapa kali saya mengalami masa-masa
penggalauan seperti ini, yang jelas sudah tidak terhitung lagi. Yang saya
ingat, masa galau saya tak jauh-jauh dari masalah kuliah yang masalahnya selalu
beranak-pinak dan keuangan yang morat-marit. Pernah saking galau-nya saya karena
masalah skripsi, akhirnya saya putuskan untuk menjauh dari kota tempat saya
tinggal menuju kota kecil yang letaknya
hampir ujung timur Pulau Jawa, Pare. Alasannya sih untuk belajar Bahasa
Inggris, tapi selain itu saya ingin mencari ketenangan.
Di kota kecil yang sempat dicalonkan
menjadi ibukota Kabupaten Kediri itu, saya mencoba menenangkan diri sambil
sedikit mengasah kemampuan bahasa Inggris saya. Kalau ada pembaca yang
bertanya-tanya kenapa saya pilih Pare sebagai tempat umtuk menghabiskan masa menggalau
saya, saya sendiri tidak tahu. Mungkin
karena terkenal sebagai “Kampung Bahasa” atau “Kampung Inggris”-nya, maka saya
pikir, masa-masa galau saya tidak akan sia-sia begitu saja selain dari sekadar
melupakan sejenak masalah di Kampus. Alhamdulillah, selama satu setengah bulan
di sana membuat pikiran saya mulai enak lagi. Hal ini mungkin karena saya
benar-benar tidak peduli dengan masalah yang ada karena saya terlalu sibuk
belajar bahasa inggris dan bertemu dengan banyak orang baru dari berbagai daerah
yang membuat saya makin excited.
Baru saja sampai setelah pulang dari Pare,
masalah rupanya sudah tidak sabar untuk berpelukan dengan ku, sahabat karibnya.
Kakak ku jatuh sakit tepat ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di rumah
kontrakan ku. Aku pun langsung mengantarkannya berobat ke Dokter. Sebenarnya
kondisi badan ku sendiri kurang begitu fit karena perjalanan panjang,
melelahkan dan tak tidur sama sekali. Tidak tidur sama sekali. Ya benar. Keuangan yang (selalu) terbatas memaksa ku
untuk harus pintar-pintar mengaturnya. Salah satunya adalah pulang dengan berganti-ganti kendaraan yang
serba ekonomis. Mulai naik kereta kelas ekonomi, bis ekonomi, dan kapal laut
kelas ekonomi. Konsekuensinya, aku harus awas setiap saat untuk menjaga barang
bawaan saya. Usaha penghematan ku setidaknya tidak sia-sia, karena uanganya
bisa ku pakai buat biaya berobat kakak ku ke Dokter.
Singkat cerita, kakak ku ternyata terserang
demam berdarah, penyakit yang ketika itu sedang menjadi trending di kota ku. Kondisi yang mengkhawatirkan itu mengharuskan
kami untuk menginapkannya di rumah sakit Ssasta yang cukup mahal untuk ukuran
keluarga kami selama lebih dari seminggu. Sebenarnya keluarga ingin membawanya
ke rumah sakit umum atau rumah sakit swasta yang ada layanan Askes-nya. Tapi
sayang, semuanya sudah penuh karena penyakit yang menyebabkan trombosit
korbannya berkurang dengan sangat drastis ini. Ujung-ujungnya biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi tak masalah bagi kami semua, yang penting
orang yang kami cintai bisa kembali sehat seperti sedia kala. Salah satu cara
untuk menutupi kekurangan pembiayaan rumah sakit adalah aku harus mengeluakan
uang tabungan hasil beasiswa ku. Sungguh, baru pertama kali itu rekening yang
sengaja ku buat untuk transfer beasiswa itu meranggas seperti pohun jati
di musim kemarau. Tapi sekali lagi, bagiku sama sekali tidak apa-apa, daripada orangtuaku
harus meminjam kepada orang lain.
Hari-hari berikutnya aku, otakku tidak
hanya disibukkan dengan bagaimana harus
mengatur uang yang tidak seberapa itu agar cukup, tapi juga bagaimana agar uang
yang akan dikelola itu bisa ada. Karena tidak mungkin mengatur uang yang
uangnya tidak ada. Aku bersyukur kepada Tuhan, karena saat itu ada lowongan
mengajar privat bahasa inggris.
Benar kata orang, dalam keadaan terdesak,
orang bisa melakukan sesuatu yang menurutnya di luar kemampuan dia. Dalam hal
ini, aku yang sama sekali tidak pernah mengajar tiba-tiba punya keinginan untuk
mengajar. Dan (menurutku) aku bisa mengajar. One problem's solved, Sekarang tinggal
bagaimana agar aku bisa mengatur penghasilan yang tak seberapa itu supaya cukup
untuk makan, cetak draft, dan kebutuhan skripsi lainnya. Jujur, sangat jauh dari
cukup, tapi mau bagaimana lagi. Mau minta uang kepada orang tua tak tega
rasanya.
Mengajar privat sudah selesai, uang
honor pun sudah hampir selesai riwayatnya, tapi permasalahan tak pernah ada
surutnya. Kali ini, adikku yang baru lulus SMA tinggal bersamaku untuk bimbel
SNMPTN dan akupun disibukkan untuk pendaftaran wisuda. Kalian tahu sendiri,
keduanya perlu biaya yang tak sedikit. Biaya makan pun otomatis menjadi dua
kali lipat.
Sebenarnya aku yang memaksa adikku
untuk ikut Bimbel. Daripada dia
luntang-lantung tak jelas di kampung, pikirku ketika itu. Setidakknya disini,
dia akan mendapatkan banyak referensi sehingga pikirannya akan lebih terbuka
untuk menentukan masa depannya sendiri. Uang Bimbel yang ku pikir hanya 300ribu
rupiah ternyata sangat jauh dari perkiraan ku.
Aku tak pernah menyangka bahwa bimbel yang goal-nya hanya untuk lulus SNMPTN itu bisa
mencapai 1,5 juta. Mahal sekali!. Lalu akupun pindah ke lembaga bimbel yang
lain. Akhirnya dapatlah yang biayanya 1 juta, yang sesungguhnya masih mahal
menurut ukuran ku. Kepalaku asli berkunang-kunang. Untung aku masih bisa
mengendalikan diri di depan frontofficer
bimbel itu. Mau ku batalkan, tidak enak dengan adikku. Akhirnya aku melakukan
nego dengan petugas itu, dan pembayaran pun bisa di angsur setengahnya,
ditambah biaya registrasi 100ribu. Sekali lagi, uang 100ribu itu fuckin' out of my expectation.
Besar pasak daripada tiang, dan aku harus
mengatur agar pasak bisa membesar dan tiang bisa mengecil. Caranya, ya aku harus mencari uang sebanyak-banyaknya dan
mengatur pengeluaran semininimum mungkin. Alhamdulillah, Akupun mengajar lagi.
Kali ini aku mengajar anak-anak pintar dari sekolah swasta ternama di kota ku.
Aku membimbing mereka ilmu kebumian sesuai dengan bidang kuliah ku, hal ini
karena mereka akan menghadapi olimpiade sains tingkat propinsi setelah sebelumnya ketiganya lolos dan
mewakili kota.
Waktu kembali berputar, pekerjaanku sebagai
pengajar pun lagi-lagi selesai dan urusan pendaftaran wisuda juga sudah
selesai. Uang honor sebagai pengajar pun lumayan; lumayan pas-pasan. Guru
pembimbing anak-anak itu pun meminta maaf karena menurutnya memberi kurang
layak. Aku sendiri memaklumi, toh tidak
ada kontrak dalam bentuk apapun mengenai berapa jumlah honor yang mesti aku
terima.
Well, Sekarang adalah waktu kosong yang sama sekali tidak pernah ku
sukai. Tinggal menunggu wisuda yang tidak lama lagi. Sembari menuggu waktu yang
bersejarah itu, akupun mengajukkan aplikasi kerja ke beberapa perusahaan.
Harapanku, aku bisa bekerja di perusahaan minyak atau geothermal seperti yang
aku impikan ketika aku masih kuliah dulu. Tapi rasanya sulit sekali, mungkin
karena tidak ada orang dalam yang merekomendasikan, atau tidak ada alumni yang
bekerja di dalamnya, entahlah. Tapi aku
mencoba tetap optimis dan masih berharap banyak kepada Tuhan. Selain perusahaan
minyak, aku juga memasukkan lamaran ke beberapa bank sebagai officer development program dan
sejenisnya.
Terus terang, batinku rasanya mau menangis
saat memasukkan aplikasi itu ke bank. Bagaimana tidak, bank bukanlah minat ku.
Bahkan bekerja di bank sama sekali tidak masuk dalam list ku. Dalam list yang
ku buat, jika tidak bekerja di perusahaan minyak, aku ingin menjadi dosen. Dan
jika keduanya tidak bisa, aku akan menjadi entrepreneur.
Tapi mau bagaimana lagi. Banyak temanku
yang sudah melamar di perbankan dan berkecimpung di dalamnya. Melihat mereka,
mau tidak mau idealisme ku pun runtuh karena
takut dicap sebagai pengangguran. Akupun mulai belajar tentang perbankan dan
segala hal tentang tes yang akan dilalui
melalui buku yang sengaja ku beli. Aku memang hanya coba-coba, tapi bukan
berarti aku tidak serius. Bukankah sebelum melakukan percobaan harus belajar
mengenai teorinya dahulu.
Wisuda tinggal beberapa hari lagi, dan sampai
sekarang belum ada panggilan dari banyak aplikasi yang ku sebar. Yah, mungkin
aku perlu sedikit bersabar dan banyak-banyak berdoa.
Aku
kembali Galau dalam waktu lengang yang pada dasarnya merupakan saat-saat
yang ku benci seperti saat ini. Menurutku, waktu lengang itu berpotensi
melahirkan banyak maksiat. Dan entah sudah berapa banyak maksiat yang ku
lakukan. Ku coba untuk tidak menyia-nyiakan waktu lengang ini dengan menulis
artikel blog ataupun mengotak-atik photoshop. Hobi yang sudah lama aku
tinggalkan dengan alasan sibuk.
Sampai saat ini, khayalan seandainya “kejatuhan
uang secara tiba-tiba” masih sering exist..
ukh.. Update: Saya berhasil lulus di bank dengan mengalahkan ratusan pelamar. Namun saya putuskan tidak mengambil lamaran itu karena saya tidak minat sama sekali. Saya melamar di beberapa perusahaan minyak tapi karena kesalahan teknis yang saya lakukan, saya pun gagal. Saya pernah mencoba bekerja sama dengan teman sendiri. Dan hasilnya, saya sarankan untuk pembaca agar membuat perjanjian se-profesional mungkin meskipun dengan sahabat dekat sekalipun. Kejadian itu membuat saya mesti jaga jarak dengan dia terutama jika terkait bisnis. Pada akhirnya, saya mendapat beasiswa penuh untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.
Indonesia merupakan daerah yang sangat
rentan akan bencana geologi. Hal ini karena letak geografis Indonesia yang
berada pada pertemuan tiga lempeng benua, yaitu Eurasia, Indoaustralia dan
Pasifik. Baca artikel saya sebelumnya (Artikel 1 dan Artikel 2)
Bencana geologi ini memang tidak bisa kita
hindari. Namun kita bisa meminimalisasi dampak yang akan terjadi. Oleh karena
itu, penanganan prabencana adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan,
terutama di negara kita yang memiliki tingkat kerentanan bencana yang sangat
tinggi. Dalam hal ini, perencanaan, dan sosialisasi mitigasi adalah hal yang
sangat penting. Mitigasi merupakan upaya untuk meminimalkan dampak bencana yang
akan terjadi. Mitigasi sebaiknya dilakukan secara serius dan berkelanjutan.
Dalam sosialisasi dan pelaksanaannya, harus melibatkan semua pihak, baik pemerintah,
ilmuwan, institusi, LSM, dan masyarakat.
Sampai saat ini, kesadaran masyarakat
sendiri akan mitigasi masih sangat kurang. Selain itu, sosialisasi mengenai “apa
yang harus dilakukanjika bencana
terjadi” sangat kurang ke seluruh lapisan masyarakat. Kondisi ini dapat kita
lihat di gedung-gedung perkantoran, Pusat perbelanjaan, sekolah, jalan raya,
daerah tepi pantai, dll.
Contoh kecilnya saja, sulit kita jumpai
jalur evakuasi tsunami, terutama di kota-kota yang memang rawan tsunami. Saat
ini baru ada beberapa kota di Indonesia yang memilikinya. Untuk daerah Bandar
Lampung sendiri, yang saya tahu hanya ada di depan kantor perusahaan Bukit Asam
di dekat pelabuhan batubara. Selain itu, jalur evakuasi juga sulit untuk kita
temui atau bahkan tidak ada, di tempat dimana orang banyak berkumpul, seperti
gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Namun dari semua itu, yang
terpentingadalah sosialisasi kepada
seluruh lapisan masyarakat agar lebih tanggap terhadap bencana.
Untuk negara yang memiliki potensi bencana
geologi yang tinggiseperti Indonesia, sosialisasi
bencana sebaiknya sudah dilakukan sejak dini. Dalam artian, pentingnya mitigasi
bencana sebaiknya sudah di sosialisasikan terhadap masyarakat sejak SD, SMP,
SMA, hingga Perguruan Tinggi. Penting sekali pelajaran mengenai Mitigasi
Bencana bisa masuk dan menjadi bagian dalam kurikulum sekolah. Karena dengan adanya
kurikulum mengenai mitigasi di sekolah, sosialisasi akan lebih mengena ke dalam
pikiran anak sekolah. Selain itu, mereka juga akan mengajarkan dan
memsosialisasikan apa yang mereka dapat kepada orang rumah. Dampak lainya
adalah, akan tercipta masyarakat yang lebih tanggap bencana di masa yang akan
datang.
Kurangnya sosialisasi mitigasi bencana,
akan menyebabkan masyarakat mudah panik jika sewaktu-waktu bencana tersebut
terjadi. Seperti,orang berlari tak
tentu arah, berlindung di tempat yang justru berbahaya, jalanan macet karena
orang berebut mencari aman (hal yang tak seharusnya terjadi jika system dan
sosialisanya berjalan dengan baik), kebakaran, dll.
Kembali ke mitigasi di sekolah, jika
seandainya mitigasi bencana tidak bisa dimasukkan ke dalam kurikulum
pendidikan, maka mitigasi bisa dijadikan sebagai kegiatan ekstrakuler semacam
UKS. Dalam hal ini, beberapa siswa diberi pembekalan khusus yang nantinya para
siswa inilah yang memiliki tanggung jawab untuk urusan mitigasi di sekolah
masing-masing. Saya rasa, dengan pembekalan yang cukup, para siswa akan lebih
kreatif dalam mensurvei kondisi sekolah, membuat system jalur evakuasi,
melakukan sosialisasi, dan melakukan simulasi bencana di sekolah masing-masing.
Tentunya ini akan berjalan dengan baik jika ada dukungan dari pemerintah dan sekolah.
Harapannya sistem mitigasi bencana ini juga bisa diaplikasikan di gedung
perkantoran, pusat perbelanjaan dan tempat keramaian lainnya. Memang, beberapa
perusahaan yang memiliki divisi SHE (Safety, Health and Environment) terutama
perusahaan-persahaan besar sudah melakukannya. Namun. Masih sangat banyak
perusahaan / kantor yang belum melakukannya.
Mitigasi tidaklah sulit dilakukan, bahkan
terlihat sepele, namun dengan mitigasi inilah kita bisa memperkecil dampak
bencana yang terjadi.
Sistem kekeluargaan Patrilineal, tapi
sangat menghormati wanita. Hal ini terlihat dengan digunakannya siger (sigokh)
sebagai simbol orang Lampung, dimana kebanyakan suku lain menggunakan senjata
sebagai simbolnya seperti Kujang, Mandau, Keris.
Hampir 100% orang Lampung beragama Islam,
Kecuali yang pindah keyakinan.
Kebanyakan orang Lampung bermata sipit,
berkulit putih, dan lebih mirip orang Cina. Meskipun tak semua orang Lampung
berperawakan seperti itu.
Kita akan kesulitan menemukan orang yang
berbahasa Lampung di Lampung. Kecuali di tempat-tempat tertentu.
Bahasa Lampung terbagi menjadi 2 dialek
utama, yaitu A dan O, dan masing-masing dialek memiliki subdialek
sendiri-sendiri. Ketika 2 orang Lampung
berbeda marga saling bertemu, maka tak jarang mereka akan menggunakan bahasa
Indonesia. Meskipun masing-masing dialek tidak jauh berbeda dan mereka akan
paham walau menggunakan dialek masing2.
Kata-kata “Kamu orang, Kita orang, Diorang”
adalah kata bahasa pergaulan yang umum di Lampung untuk menunjukkan “Kalian,
Kami, dan Mereka”. Padahal dalam bahasa Lampung, ketiga kata tersebut adalah
“Kuti/kutei, Hikam/ikam, Tiyan”
Kita akan kesulitan menemukan restoran/
makanan khas Lampung di Lampung sendiri.
Lampung memiliki huruf sendiri yang disebut
dengan Had Lampung
Lebih banyak orang yang tahu menulis dengan
menggunakan Aksara Lampung daripada berbahasa Lampung.
Seruit adalah makanan khas orang Lampung
yang merupakan simbol kebersamaan & kekeluargaan.
Sama seperti kebanyakan orang Sumatera,
Orang Lampung biasanya memiliki watak yang keras.
Kebudayaan Lampung sangat terpengaruh oleh
emas atau logam dengan warna-warna emas seperti kuningan. Mulai dari Siger dan
aksesoris pengantin yang terbuat dari emas atau warna tiruan emas, Tapis (Kain
khas Lampung) yang dari sulaman benang emas, perkakas sehari-hari yang terbuat
dari emas atau kuningan seperti teko, gelas, piring, sisir dll. Pernah
beberapa kali penulis mendatangi lokasi hajatan orang Lampung (pernikahan
,sunatan, pengangkatan adat), rasanya seperti berada di tempat yang mewah dan
glamor karena nuansa yang serba emas.
Di lihat dari dari motif tapis dan penggunaan
emas dalam kehidupan sehari-hari, mungkin zaman dahulu pernah ada peradaban
sangat tinggi di Lampung, namun
tiba-tiba hilang tak berbekas pada suatu masa. Dari motif tapis, dapat kita
lihat kapal besar yang mampu memuat gajah, awak kapal yang lengkap (Nahkoda,
Juru mudi, Mualim, Tukang Agung, Kelasi, Pedagang, Budak, Kadet, dan Prajurit
Kapal), orang menunggang gajah, motif naga seperti dalam legenda Cina, Piramid
(Motif pucuk rebung, yang sangat mirip candi Prambanan. Sedangkan motif Gunung
umpu menyerupai kuil orang Aztec di Amerika), dll.
Wanita Lampung dengan Siger Emas yang menjadi pakaian sehari-hari