Kamis, 20 Mei 2010

Ketika Aku Jatuh Cinta (Curahan Hati seorang Ikwah)

Aku belia, Ku mohon penjagaanMu dalam perjalananku menggapai ridhoMu.

Banyak hal yang ku rasa masih misteri dalam hidup ini.

Aku belia dan bagaimanapun aku sama dengan belia lainnya. Karena cintaku padaMu dan keinginan tegaknya syari’atMu, maka jalan yang ku tempuh berbeda dengan kebanyakan. Namun sekali lagi, aku tetap remaja dengan segala hormon remaja, Suatu ketentuan yang telah Kau tetapkan sebagai tanda kekuasaanMu.

Namun tetap ku mohon penjagaanMu, agar semua ini bukanlah alasanku untuk jauh dariMu ataupun Menyimpang dari Syari’atMu

Telah lama aku memendam rasa ini, rasa yang ingin segera kuselesaikan tanpa harus mengorbankan perasaan ku atau dirinya. Seperti yang Engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darinya, aku selalu berusaha tidak acuh padanya. Saat di depannya, aku ingin tetap berlaku dengan biasa-biasa saja. Walau perlu usaha untuk mencapainya.

Engkau Rabb-ku Sang pemilik hati,

Entah mengapa aku dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai. Namun kepadanya, lisan ini seolah terkunci.

Dan aku merasa BERUNTUNG bahwa aku tidak pernah berkata bahwa aku mencintainya. Meski aku teramat sakit saat mengetahui bahwa aku bukanlah salah seorang dari orang-orang yang ia cintai, walaupun itu hanya sebagian dari prasangkaku.

Jika boleh aku beralasan, mungkin aku cuma takut ia akan menjadi “illah” bagiku selain Engkau ya Rabb ku. Karena itu, aku mencoba untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam sanubariku, mendorong lagi, dan lagi. Namun yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan elastis yang membuatku semakin tidak mengerti.

Terkadang sakit hati ini ketika menerka-nerka bahwa ia mencintai orang lain. Dan sama sekali tak ada aku dalam kamus cintanya, sakit terasa dan begitu perih.

Namun 1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyumnya adalah sesuatu yang berarti bagiku. Ketentramannya adalah buah cinta yang amat teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku harus mengalah.

Engkau Rabb-ku, tempat ku berkeluh kesah di malam ini.

Andai aku boleh berdoa kepadaMu, mungkin aku ingin meminta agar Engkau membalikkan sang waktu. Mengembalikan kami pada detik-detik awal pertemuan itu.

Agar aku mampu mengedit saat-saat interaksi awal kami, hingga tak ada tatapan pertama yang membuat hati ini terus mengingatnya. Jarang aku memandang wanita. Namun kali ini, satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan melumpuhkan hati ini.

Andai aku buta, tentu itu lebih baik daripada aku harus lumpuh seperti ini.

Banyak lembaran buku yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat. Sebagian mendorongku untuk mengakhiri segala terkaan-terkaan ku tentangnya karena sekedar menerka adalah suatu kesalahan. Mereka memintaku untuk membuka tabir perasaan melalui lisan ini, juga untuk klarifikasi semua prasangkaku terhadapnya.

Namun di sisi lain, ada dorongan yang begitu kuat untuk tetap menahan lisan dari rasa yang terlalu awal ini. Aku ingin mengungkapkannya, namun bukan sekarang. Karena ku ingin mengatakanya disaat yang tepat. (andai “saat yang tepat” itu bukan sekedar angan-anganku belaka).

Wahai Ar-rahman,

Mungkin bagi orang lain yang memandang permasalahanku ini, aku bukanlah pejantan tangguh yang tak mampu mengungkapkan perasaanku padanya.

Ku akui aku memang belum siap untuk segera menikah dengannya.

Aku hanya berpikir, Masih banyak sisi lain hidup ini yang harus ku kelola dan ku tata kembali. Masih jauh jarak untuk mencapai sebuah ikatan suci itu. dan bagaimanapun, aku tidak ingin mengikatnya dengan sesuatu yang tak pasti.

Wahai Rabb-ku Yang mahakuasa mempertautkan hati,

Mungkin saat ini hatiku miliknya, namun tak akan kuberikan setitik pun saat ini. Karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa saat-saat indahku hanya akan kuberikan kepada Halal-ku nanti.

Wahai Rabb-ku, tolong mudahkan aku untuk meraih bidadari-ku, bila bidadari-ku bukanlah dirinya.

Ya Rabb-ku, tahukah Engkau betapa saat-saat inilah yang paling kutakutkan dalam diriku. Jika saja Engkau tidak menganugerahi aku dengan setitik rasa malu, tentu aku telah meminangnya. Namun bukan sebagai istriku melainkan sebagai kekasihku.

Andai rasa malu itu tidak pernah ada, tentu aku TIDAK berusaha untuk menjauhinya. Kadang aku bingung, apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik. Kalau benar, itu berarti harus mengorbankan ukhuwah di antara kami. Atau haruskah aku mengorbankan iman dan malu-ku hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.

Aku tidak mengerti diriku…

Ingin ku meminta kepadanya, sudikah ia menungguku hingga aku siap lahir batin meminangnya dan ia pun siap dengan pinanganku?!

Namun itu tak mungkin. Karena Itu berarti aku telah mengikatnya. Kalau begitu, apa bedanya aku dengan yang lain. Yang melakukan “penjajakan” sebelum menikah.

Namun Rabb-ku, kadang aku berpikir semua pasti berlalu. Dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera berlalu. Tetapi ada ketakutan dalam diriku bila aku melupakannya. Aku takut tak akan pernah lagi menemukan dirinya dalam diri mereka-mereka yang lain.

Hanya keyakinanku bahwa Engkaulah yang telah mengatur segalanya yang mampu menenangkan aku.

Karena Engkaulah sebaik-baik perencana. Lagi pula Masih banyak misteri hidup yang belum kuketahui. Dan masih banyak hal yang lebih bermanfaat yang belum ku lakukan. Terlalu sempit jika aku hanya memikirkan hal-hal yang hanya akan membuat luka jika aku pikirkan.

Wahai Rabb-ku, kumohon pada Mu agar iman yang tipis ini mampu bertahan, Aku meminta padaMu, agar tetap menetapkan malu ini pada tempatnya.

Ya Rabb, bukakanlah mata hati ku jika ini memang sebuah dosa. Tunjukkanlah aku bahwa yang haq adalah haq, dan yang batil adalah batil.

Ku Mohon, kuatkanlah aku agar tetap istiqomah di jalanMu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar jika dirasa perlu

Adi Yuza