Senin, 30 Desember 2013
Imajinasi; Dongeng Ayah
Kemarin, saya temukan panggung boneka ini dan iseng-iseng saya memainkannya, mencoba untuk menghidupkan boneka tersebut seperti apa yang ada dalam imajinasi saya. Kali ini, ceritanya tentang Meerkat Manoor versi saya. :D
Bicara mengenai imajinasi, Saya percaya, bahwa salah satu tujuan Tuhan menganugahkan kita otak adalah supaya kita bisa berimajinasi. Imajinasi mampu membuat kita menembus sebuah dimensi antah barantah, yang mungkin dimensi itu hanya ada di dalam imajnasi kita. Kita menjadi orang yang benar-benar merdeka ketika berimajinasi, dan kita pun bisa menjadi apa saja ketika kita berimajinasi. Namun, seperti anugrah tuhan lainnya, imajinasi adalah sebuah kenisbian, ia bisa membentuk seseorang, tergantung dari seperti apa pemilik imajinasi tersebut menggunakannya.
Imajinasi membuat kita mampu melampaui jauh dari keadaan kita sekarang. Film Star Trek yang muncul sejak tahun 60-an dan disusul sekuelnya pada tahun-tahun berikutnya adalah contoh betapa Imajinasi lebih dahulu memunculkan perangkat teknologi canggih seperti Ponsel, Ipad, teleconfrence, dan Google glass.
Ada sedikit cerita yang ingin saya bagikan mengenai imajinasi.
Ketika saya kecil dulu, Ayah saya, selalu memberikan cerita pengantar tidur kepada kami anak-anaknya. Dan kami, selalu antusias mendengarkan cerita dari Ayah. Menurut saya, ayah adalah seorang pendongeng terkeren sedunia. Cerita yang beliau bawakan adalah cerita rakyat, seperti si Kancil, si Mahmut, beruk jama labi-labi (Kera dan Kura-kura), Kancil vs Raksasa Brumbumkuyung, Raksasa Gergasi, dan cerita-cerita lainnya. Ketika ayah bercerita, kami pasti selalu meperhatikan dengan seksama, terdiam, sambil berimajinasi dan mencoba memvisualisasikan tokoh-tokoh yang diceritakan ayah. Terkadang, kami selalu tertawa ketika mendengar adegan lucu di tengah cerita.
Ayah bercerita secara lisan menggunakan bahasa Lampung, dan tanpa buku teks apalagi gambar. Di setiap akhir cerita, beliau selalu menyampaikan pesan moralnya. Tiap kali ayah bercerita, suara dan mimiknya pun ikut bercerita sesuai dengan alur yang berjalan. Biasanya, Ayah selalu membuka cerita dengan kalimat, "Wat ceritaaaa,Jaman timbai hurik....." dengan suara yang dibuat ngebas. Lalu, suaranya berganti-ganti tergantung tokoh apa yang sedang berbicara, Ayah juga terkadang memegang perutnya untuk memvisualkan adegan Raksasa yang sedang dikerjai kancil sambil teriak "Aguy, aguy..", Suara ngebas "Dum.. Dum.. dum.." untuk suara berat raksasa yang berjalan, dan tawa menggelagar untuk raksasa yang tertawa.
Momen ayah bercerita adalah momen yang selalu kami tunggu, Karena di momen seperti itulah ayah menjadi sosok yang menyenangkan. Selain di momen itu, ayah adalah sosok yang keras, bahkan kadang menakutkan, terutama kalau sedang marah, Hahahaha. Bisa dibilang, mendongeng adalah penyeimbang karakter ayah yang sangat keras itu.
==
Seperti halnya, beliau membebaskan kami berimajinasi saat mendongeng, ayah pun selalu membebaskan kami dalam menjalani hidup. Sejak kecil, Dia tak pernah memaksa kami untuk sekolah di mana atau menjadi apa kelak. Dia benar-benar membebaskan kami dalam memilih, termasuk dalam hal pemikiran. Ayah selalu membebaskan kami berargumen ketika iya menayakan alasan kami memilih sesuatu. Bahkan hingga kini pun, ayah selalu menyuruh kami menyanggah pernyataan dia, jika apa yang dia sampaikan tidak sesuai dengan pemikiran kami.
Ayah dan Bunda lah yang selalu menuntun kami bagaimana cara berbicara yang santun ketika berargumen dan mengajarkan kata-kata apa saja yang boleh dan tidak boleh dipakai ketika berbicara dengan orang lain.
Terkadang, saya melihat roman kecewa ketika kami memilih sesuatu yang sebenarnya tidak ia harapkan, namun sekali lagi, sedikitpun ia tidak komplain dengan pilihan kami. Pesan ayah pada kami tidak muluk-muluk, Ayah percaya pada kami dan kami harus menjaga kepercayaan itu. Ayah dan Bunda telah memberikan pendidikan moral dari rumah dengan kurikulum terbaik dan dengan cara penyampaian yang mampu menancap di dalam hati. Perlu diketahui, bahwa ayahlah orang yang pertama kali mengajarkan kami shalat, dan membaca huruf hijaiyah setiap habis maghrib. Mereka percaya bahwa kami mampu bertanggungjawab pada diri sendiri.
==
Menjelang tahun 2014 ini, mungkin saya juga harus mencoba berimajinasi tentang apa yang akan terjadi pada hidup saya selama tahun itu, lalu mencoba menyusun rencana demi rencana supaya imajinasi itu menjadi sebuah realitas. :D
Bismillah. Innallaha ma a'na
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar jika dirasa perlu
Adi Yuza